Nishfu Sya'bân telah lewat 2 harian;
namun Sya'bân al-Mukarram masih di dekapan,
tak segan kuhaturkan, Kawan:
Maafkan segala kesalahan,
di tiap ucap, diam dan gerakan;
di segala kekurangan;
moga bersih tertuliskan...
Dengan lega hati dan perasaan,
dengan bekal sekental imân;
dengan niat berdasar ihtisâban;
kita jelang bulan agung berbalurkan,
rahmah, maghfirah, dan pembebasan;
bulan Ramadhân yang indah nian...
Allâhumma bârik lanâ fî Rajaba wa Sya'bân,
wa ballighnâ Ramadhân..
al-Fâtihah!
Kamis, 06 Agustus 2009
Jumat, 31 Juli 2009
(Masih) TENTANG IMAN...
Iman itu, Kawan, sejatinya bercabang-cabang,
60 atau 70, menurut riwayat yang terang;
HR. Imâmayn Bukhâri-Muslim yang benderang,
Dari Abî Hurairah (semoga ridlâNya mereka sandang);
Dalam Qâmi’ut Thughyân semua terangkum gamblang...
Pada puncak cabang tertingginya:
Ucapan dan penghayatan mendekap sukma,
Akan Lâ ilâha illa-Llâh dengan nyata;
Tak benar bertuhankan makhluk apa saja,
Tak benar bertuhankan limpahan harta,
Tak benar bertuhankan jabatan tahta,
Tak benar bertuhankan syahwat menggoda!
Pada ujung cabang terendah:
Menyingkirkan halangan apapun nan rebah,
di tengah jalanan umum dan ranah,
yang rintangi para penjejak langkah,
agar mereka tak celaka dan berkeluh kesah.
Maka coba bayangkanlah,
seberapa tingkat iman merekah,
jika sengaja menghadirkan resah;
jika sengaja biarkan air mata bersimbah,
jika sengaja sayatkan sakit dan perih merengkah,
pada fisik atau jiwa saudara seiman sedarah setanah?
Rasa malu,
Pun bagian dari iman itu;
Malu jika ma'shiyat memadu,
Malu jika ibadah tak syahdu,
Malu jika dzikir lidah mengelu,
Malu jika I.D.i.H menjajah kalbu,
Malu jika takabur berujung sok tahu,
Malu jika riyâ’ membenalu,
Malu jika aurat ditebar tak ragu,
Malu jika malu tak bermalu!
Semoga kita semua Kawan,
Ketika gerak-diam, memangku Ihsân,
Dalam hidup, ruh Islâm tereratkan,
Saat mati, segenap sukma mendekap Imân;
Al-Fatihâh! (semoga terkabulkan...)
60 atau 70, menurut riwayat yang terang;
HR. Imâmayn Bukhâri-Muslim yang benderang,
Dari Abî Hurairah (semoga ridlâNya mereka sandang);
Dalam Qâmi’ut Thughyân semua terangkum gamblang...
Pada puncak cabang tertingginya:
Ucapan dan penghayatan mendekap sukma,
Akan Lâ ilâha illa-Llâh dengan nyata;
Tak benar bertuhankan makhluk apa saja,
Tak benar bertuhankan limpahan harta,
Tak benar bertuhankan jabatan tahta,
Tak benar bertuhankan syahwat menggoda!
Pada ujung cabang terendah:
Menyingkirkan halangan apapun nan rebah,
di tengah jalanan umum dan ranah,
yang rintangi para penjejak langkah,
agar mereka tak celaka dan berkeluh kesah.
Maka coba bayangkanlah,
seberapa tingkat iman merekah,
jika sengaja menghadirkan resah;
jika sengaja biarkan air mata bersimbah,
jika sengaja sayatkan sakit dan perih merengkah,
pada fisik atau jiwa saudara seiman sedarah setanah?
Rasa malu,
Pun bagian dari iman itu;
Malu jika ma'shiyat memadu,
Malu jika ibadah tak syahdu,
Malu jika dzikir lidah mengelu,
Malu jika I.D.i.H menjajah kalbu,
Malu jika takabur berujung sok tahu,
Malu jika riyâ’ membenalu,
Malu jika aurat ditebar tak ragu,
Malu jika malu tak bermalu!
Semoga kita semua Kawan,
Ketika gerak-diam, memangku Ihsân,
Dalam hidup, ruh Islâm tereratkan,
Saat mati, segenap sukma mendekap Imân;
Al-Fatihâh! (semoga terkabulkan...)
Sabtu, 18 Juli 2009
SHOLAT SAH + EMPAT = TEPAT
Isrâ' dan Mi'râj merapat:
tentang Sang Rasul yang terangkat,
dengan ruh sekaligus jasad,
didampingi Jibril Sang Malaikat;
ke Masjidil Aqshâ ia berangkat,
di Mustawâ ia bermunâjât,
ke bumi membawa perintah sholat...
5 sholat fardlu terpateri,
tanda nyata jati diri;
juga sebagai kendali diri,
dari nista tak terperi,
dari jahat mengiris hati.
Jika sholat nyatalah sah,
dengan rambu fiqh terpenuhi sudah;
dalam fikir tak terlintaskah,
mengapa kotor tetap betah?
mengapa nista tetap merekah?
mengapa jahat tetap membuncah?
mengapa jiwa tetap gelisah?
mengapa benak tetap resah?
Jelas bukan sholat yang salah!
Inilah masa untuk muhâsabah...
Inilah saat diri menelaah...
Inilah waktu niat baik melangkah...
Kawan, kuingin berbagi petuah,
sarat bijak berhikmah,
-kuharap semoga barokah-
dari al 'Âlim al-'Allâmah,
al-Habîb Abdullah bin Husain Bâ'Alwiy dzil karâmah:
Empat syarat mutlak,
agar sholat berhikmah tak pelak,
agar sholat tak hanya rutinitas gerak,
agar sholat bernilai layak,
agar sholat indah dan wangi merebak...
Pertama,
niatkan IKHLAS semata,
sholat hanya karena Allâh Ta'âlâ,
tanpa riyâ' mendekap sukma;
toh kita memang hamba-Nya...
Kedua,
pastikan bahwa HALAL adalah nyata,
dalam pakaian di jasad kita,
dalam makanan konsumsi kita,
dalam tempat sholat kita...
Ketiga,
biarkan KHUSYÛ' mendera;
hadirkan fokus di sekujur relung jiwa,
hayati saat bibir basah membaca,
resapi dalam hati setiap untai makna;
rasakan nikmat menyembah-Nya,
rasakan indah menyebut Asma-Nya...
Keempat,
jauhkan 'UJUB agar tak lekat:
takabur karena amal diperbuat,
sombong karena ibadah yang tersemat.
Hindari berhitung pahala dengan sholat,
tapi sesali setiap dosa yang pernah berkarat...
Akhirnya, semoga manfaat terlimpahkan,
untukku dan untukmu, wahai kawan,
teriring doa terdesahkan:
Allâhumma bârik lanâ fî Rajaba wa Sya'bân,
wa ballighnâ Ramadhân...
tentang Sang Rasul yang terangkat,
dengan ruh sekaligus jasad,
didampingi Jibril Sang Malaikat;
ke Masjidil Aqshâ ia berangkat,
di Mustawâ ia bermunâjât,
ke bumi membawa perintah sholat...
5 sholat fardlu terpateri,
tanda nyata jati diri;
juga sebagai kendali diri,
dari nista tak terperi,
dari jahat mengiris hati.
Jika sholat nyatalah sah,
dengan rambu fiqh terpenuhi sudah;
dalam fikir tak terlintaskah,
mengapa kotor tetap betah?
mengapa nista tetap merekah?
mengapa jahat tetap membuncah?
mengapa jiwa tetap gelisah?
mengapa benak tetap resah?
Jelas bukan sholat yang salah!
Inilah masa untuk muhâsabah...
Inilah saat diri menelaah...
Inilah waktu niat baik melangkah...
Kawan, kuingin berbagi petuah,
sarat bijak berhikmah,
-kuharap semoga barokah-
dari al 'Âlim al-'Allâmah,
al-Habîb Abdullah bin Husain Bâ'Alwiy dzil karâmah:
Empat syarat mutlak,
agar sholat berhikmah tak pelak,
agar sholat tak hanya rutinitas gerak,
agar sholat bernilai layak,
agar sholat indah dan wangi merebak...
Pertama,
niatkan IKHLAS semata,
sholat hanya karena Allâh Ta'âlâ,
tanpa riyâ' mendekap sukma;
toh kita memang hamba-Nya...
Kedua,
pastikan bahwa HALAL adalah nyata,
dalam pakaian di jasad kita,
dalam makanan konsumsi kita,
dalam tempat sholat kita...
Ketiga,
biarkan KHUSYÛ' mendera;
hadirkan fokus di sekujur relung jiwa,
hayati saat bibir basah membaca,
resapi dalam hati setiap untai makna;
rasakan nikmat menyembah-Nya,
rasakan indah menyebut Asma-Nya...
Keempat,
jauhkan 'UJUB agar tak lekat:
takabur karena amal diperbuat,
sombong karena ibadah yang tersemat.
Hindari berhitung pahala dengan sholat,
tapi sesali setiap dosa yang pernah berkarat...
Akhirnya, semoga manfaat terlimpahkan,
untukku dan untukmu, wahai kawan,
teriring doa terdesahkan:
Allâhumma bârik lanâ fî Rajaba wa Sya'bân,
wa ballighnâ Ramadhân...
Label:
al-Habib Abdullah,
isra',
mi'raj,
sholat,
Sullam
Langganan:
Postingan (Atom)