Jumat, 31 Juli 2009

(Masih) TENTANG IMAN...

Iman itu, Kawan, sejatinya bercabang-cabang,
60 atau 70, menurut riwayat yang terang;
HR. Imâmayn Bukhâri-Muslim yang benderang,
Dari Abî Hurairah (semoga ridlâNya mereka sandang);
Dalam Qâmi’ut Thughyân semua terangkum gamblang...

Pada puncak cabang tertingginya:
Ucapan dan penghayatan mendekap sukma,
Akan Lâ ilâha illa-Llâh dengan nyata;
Tak benar bertuhankan makhluk apa saja,
Tak benar bertuhankan limpahan harta,
Tak benar bertuhankan jabatan tahta,
Tak benar bertuhankan syahwat menggoda!

Pada ujung cabang terendah:
Menyingkirkan halangan apapun nan rebah,
di tengah jalanan umum dan ranah,
yang rintangi para penjejak langkah,
agar mereka tak celaka dan berkeluh kesah.
Maka coba bayangkanlah,
seberapa tingkat iman merekah,
jika sengaja menghadirkan resah;
jika sengaja biarkan air mata bersimbah,
jika sengaja sayatkan sakit dan perih merengkah,
pada fisik atau jiwa saudara seiman sedarah setanah?

Rasa malu,
Pun bagian dari iman itu;
Malu jika ma'shiyat memadu,
Malu jika ibadah tak syahdu,
Malu jika dzikir lidah mengelu,
Malu jika I.D.i.H menjajah kalbu,
Malu jika takabur berujung sok tahu,
Malu jika riyâ’ membenalu,
Malu jika aurat ditebar tak ragu,
Malu jika malu tak bermalu!

Semoga kita semua Kawan,
Ketika gerak-diam, memangku Ihsân,
Dalam hidup, ruh Islâm tereratkan,
Saat mati, segenap sukma mendekap Imân;
Al-Fatihâh! (semoga terkabulkan...)

Sabtu, 18 Juli 2009

SHOLAT SAH + EMPAT = TEPAT

Isrâ' dan Mi'râj merapat:
tentang Sang Rasul yang terangkat,
dengan ruh sekaligus jasad,
didampingi Jibril Sang Malaikat;
ke
Masjidil Aqshâ ia berangkat,
di
Mustawâ ia bermunâjât,
ke bumi membawa perintah sholat...

5 sholat fardlu terpateri,
tanda nyata jati diri;
juga sebagai kendali diri,
dari nista tak terperi,
dari jahat mengiris hati.

Jika sholat nyatalah sah,
dengan rambu fiqh terpenuhi sudah;
dalam fikir tak terlintaskah,
mengapa kotor tetap betah?
mengapa nista tetap merekah?
mengapa jahat tetap membuncah?
mengapa jiwa tetap gelisah?
mengapa benak tetap resah?
Jelas bukan sholat yang salah!

Inilah masa untuk
muhâsabah...
Inilah saat diri menelaah...
Inilah waktu niat baik melangkah...

Kawan, kuingin berbagi petuah,
sarat bijak berhikmah,
-kuharap semoga barokah-
dari
al 'Âlim al-'Allâmah,
al-Habîb Abdullah bin Husain Bâ'Alwiy dzil karâmah:

Empat syarat mutlak,
agar sholat berhikmah tak pelak,
agar sholat tak hanya rutinitas gerak,
agar sholat bernilai layak,
agar sholat indah dan wangi merebak...

Pertama,
niatkan IKHLAS semata,
sholat hanya karena All
âh Ta'âlâ,
tanpa
riyâ' mendekap sukma;
toh kita memang hamba-Nya...

Kedua,
pastikan bahwa HALAL adalah nyata,
dalam pakaian di jasad kita,
dalam makanan konsumsi kita,
dalam tempat sholat kita...

Ketiga,
biarkan KHUSYÛ' mendera;
hadirkan fokus di sekujur relung jiwa,
hayati saat bibir basah membaca,
resapi dalam hati setiap untai makna;
rasakan nikmat menyembah-Nya,
rasakan indah menyebut Asma-Nya...

Keempat,
jauhkan 'UJUB agar tak lekat:
takabur karena amal diperbuat,
sombong karena ibadah yang tersemat.
Hindari berhitung pahala dengan sholat,
tapi sesali setiap dosa yang pernah berkarat...

Akhirnya, semoga manfaat terlimpahkan,
untukku dan untukmu, wahai kawan,
teriring doa terdesahkan:
All
âhumma bârik lanâ fî Rajaba wa Sya'bân,
wa ballighn
â Ramadhân...

Selasa, 07 Juli 2009

KECERDASAN ITU...

Tahun ajaran baru,
gerbang jenjang pendidikan menunggu,
berduyun yang berharap meraup ilmu...

Orang tua melanggam langkah,
para anak maju melanjut sekolah,
ber-asa-kan "ilmu" yang merajut hidup indah...

Negara ini tak miskin cerdik pandai,
pun tak kurang yang pintar berlalai:
adakah
error sungguh tertuai?

Dalam Mukaddimah UUD '45,
negara ini gariskan tegas sebuah cita:
"mencerdaskan kehidupan bangsa".
Tapi, lama sudah (berlagak) bodoh meraja,
apakah memang cerdas tak tepat juga?
Ataukah pada pengakuan kita terlupa:
bahwa "atas berkat rahmat Allah" kita merdeka?

Cerdaskah jika aniaya atas harta sesama?
Cerdaskah jika aurat bangga dibuka?
Cerdaskah jika liar nafsu meng-atasnama-kan cinta?
Cerdaskah jika baku-syahwat jadi ekskul paling disuka?
Cerdaskah jika pend. agama hanya 2 jam seminggunya?
Cerdaskah jika menyumpal kewajiban dgn hak semata?
Cerdaskah jika pendidikan bukan 'tuk meng-ibadah-iNya?

Saatnya merapat pada komitmen semula,
saatnya merealisir relijiusitas kita,
saatnya memahat cerdas berpahala...

Cerdas menurut Rasul-Nya:
"cerdas menahan nafsu menghawa,
cerdas menghitung salah diri dan alpa,
cerdas bersiap bekal untuk alam baka".
Sudahkah "cerdas" ini menjadi utama,
sebagai pertimbangan nurani kita,
untuk didikan generasi bangsa?
untuk "ilmu" yang bertabur di mana-mana?
untuk kurikulum yang gonta-ganti tak berirama?